Panas atau demam kondisi dimana otak mematok suhu di atas setting normal yaitu di atas 38 C. Sebelum minum obat demam, ssatu perawatan yang umumnya dilakukan adalah melakukan kompres. Selama ini masih banyak yang keliru memberikan kompres dingin atau kompres es batu baik pada anak maupun orang dewasa yang sedang demam. Pertanyaannya kemudian adalah: mana yang benar, memberikan kompres panas atau kompres dingin saat seseorang demam? Jawabannya adalah kompres panas.Hasil penelitian Anisa (2019) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta mengemukakan bahwa kompres hangat lebih efektif menurunkan suhu tubuh dibandingkan dengan kompres air dingin.
Hal ini disebabkan bahwa kompres air dingin akan menyebabkan pelebaran atau vasokontriksi pembuluh darah sehingga individu malahan menjadi menggigil dan menyebabkan suhu tubuh tidak turun.
Dengan kompres hangat menyebabkan suhu tubuh diluaran akan terjadi hangat sehingga tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluaran cukup panas, akhirnya tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan suhu pengatur tubuh, dengan suhu diluaran hangat akan membuat pembuluh darah tepi dikulit melebar dan mengalami vasodilatasi sehingga pori – pori kulit akan membuka dan mempermudah pengeluaran panas. Sehingga akan terjadi perubahan suhu tubuh. Pemberian kompres hangat pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini menuju hipotalamus akan merangsang area preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh sistem efektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluarn panas tubuh yang lebih banyak melalui dua mekanisme yaitu dilatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat (Potter & Perry, 2005).
Oleh karena itu tindakan yang tepat saat demam adalah bukan dengan memebrikan kompres dingin tapi dengan kompres hangat.
Sumber:
Anisa KD. 2019. Efektifitas kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh pada anak dengan hipertermia. Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan Kesehatan. 5(2); 122-127